www.mediaonetimor.co (Penulis: Remigio Alexandre do Carmo Vieira adalah Candidate, Master of Science in International Relations and Economic Development Atlantic International University (AIU))
Abstrak
Artikel ini menelaah secara kritis Lei Pensaun Vitalísia di Timor-Leste, kebijakan yang memberikan hak pensiun seumur hidup kepada mantan pejabat tinggi, termasuk presiden, perdana menteri, dan anggota parlemen. Dengan perspektif teori keadilan sosial (Rawls, Sen), ekonomi politik (Acemoglu & Robinson), dan keamanan manusia (Buzan), artikel ini menilai dampak ekonomi, sosial, dan politik dari kebijakan tersebut. Hasil analisis menunjukkan hukum ini lebih menguntungkan elit politik, mengurangi kepercayaan publik, dan mengalihkan sumber daya dari layanan penting. Rekomendasi meliputi penghapusan atau reformasi hukum, pensiun berbasis kontribusi, penghargaan satu kali, dan pengalihan anggaran untuk program keamanan manusia.
-
Pendahuluan
Sejak merdeka pada tahun 2002, Timor-Leste telah mencapai kemajuan signifikan dalam stabilisasi politik. Namun, tantangan sosial-ekonomi masih besar, termasuk kemiskinan, ketergantungan pada pendapatan minyak, dan kapasitas institusional terbatas.
Lei Pensaun Vitalísia (Undang-Undang Pensiun Seumur Hidup) memberikan hak pensiun seumur hidup kepada mantan presiden, perdana menteri, dan anggota parlemen (Parlamento Nacional de Timor-Leste, 2005, Pasal 1–3). Meskipun dimaksudkan sebagai penghargaan, hukum ini menimbulkan pertanyaan tentang keadilan, keberlanjutan fiskal, dan prioritas pembangunan nasional.
Pertanyaan penelitian utama: Sejauh mana Lei Pensaun Vitalísia selaras dengan prinsip keadilan sosial, legitimasi demokrasi, dan keamanan nasional di Timor-Leste?
-
Tinjauan Literatur dan Kerangka Teori
- Keadilan Sosial;
Rawls (1971) menekankan pemerataan sumber daya, di mana ketidaksetaraan hanya diperbolehkan jika memberi manfaat bagi mereka yang paling tidak beruntung. Sen (1999) menekankan kemampuan dan kebebasan sebagai indikator utama keadilan. Pensiun seumur hidup untuk elit bertentangan dengan prinsip ini di masyarakat yang sebagian besar warganya masih kesulitan memenuhi kebutuhan dasar.
- Ekonomi Politik;
Acemoglu & Robinson (2012) membedakan institusi inklusif dan ekstraktif. Pensiun seumur hidup adalah mekanisme ekstraktif, memungkinkan elit menguasai sumber daya tanpa memberi manfaat proporsional bagi masyarakat.
- Legitimasi Politik;
Legitimasi input (kepercayaan warga) dan output (kinerja pemerintah) menurut Easton (1965) dapat terganggu oleh kebijakan yang dianggap menguntungkan elit, meningkatkan apatisme politik dan ketidakpuasan sosial.
- Keamanan Manusia;
Buzan (1991) memperluas konsep keamanan ke ekonomi, pangan, kesehatan, dan sosial. Pengalihan dana ke pensiun elit mengurangi investasi untuk keamanan manusia, sehingga melemahkan ketahanan nasional.
-
Metodologi
Pendekatan kualitatif digunakan, dengan analisis dokumen sekunder:
Laporan anggaran pemerintah (2023–2025)
Laporan UNDP dan World Bank
Dokumen hukum dan komentar terkait Lei Pensaun Vitalísia
Kerangka ekonomi politik kritis digunakan untuk menilai tata kelola, alokasi fiskal, dan dampak sosial.
-
Temuan dan Analisis
- Implikasi Ekonomi
Berdasarkan data Kementerian Keuangan (2023–2025), pensiun seumur hidup menyerap 2–3% dari belanja pemerintah. Dana ini bisa digunakan untuk pendidikan, kesehatan, dan pembangunan pedesaan.
Tahun | Total Anggaran | Pensiun Seumur Hidup | % Dari Anggaran |
2023 | $ 1,900,000,000.00 | $ 45,000,000.00 | 2,37% |
2024 | $ 2,050,000,000.00 | $ 48,000,000.00 | 2,34% |
2025 | $ 2,200,000,000.00 | $ 50,000,000.00 | 2,27% |
Biaya peluang signifikan:
- 25.000 Orang penerima beasiswa pendidikan tinggi.
- Peningkatan fasilitas kesehatan di pedesaan.
- Infrastruktur pertanian dan keamanan pangan.
- Ketidakadilan Sosial
Ketimpangan antara penerima pensiun dan warga jelas:
- 40% Penduduk hidup di bawah garis kemiskinan.
- Petani, guru, dan tenaga kesehatan menerima sedikit atau tidak ada manfaat.
- Legitimasi Politik; Pensiun seumur hidup menimbulkan persepsi favoritisme elit, menurunkan kepercayaan terhadap parlemen dan eksekutif.
- Pertimbangan Keamanan Nasional; Dana yang dialihkan mengurangi investasi di sektor vital, meningkatkan kerentanan sosial, ekonomi, dan bencana alam.
- Analisis Hukum; Lei Pensaun Vitalísia (2005):
Pasal 1: Penerima: mantan presiden, perdana menteri, anggota parlemen.
Pasal 2: Pensiun seumur hidup, disesuaikan inflasi.
Pasal 3: Negara wajib membiayai tanpa mempertimbangkan kapasitas fiskal.
- Perbandingan Internasional.
Portugal: pensiun berbasis kontribusi, batas usia.
Cabo Verde: pensiun sesuai masa kerja dan kinerja.
Indonesia: pensiun berbasis kinerja dan kontribusi.
-
Rekomendasi Kebijakan.
- Hapus atau reformasi pensiun seumur hidup.
- Pemberian penghargaan satu kali.
- Transparansi dan akuntabilitas publik.
- Alokasi ulang dana ke; pendidikan, kesehatan, dan pembangunan pedesaan.
- Tahapan penghapusan bertahap untuk penerima saat ini.
-
Kesimpulan
Lei Pensaun Vitalísia atau Undang-Undang Pensiun Seumur Hidup hanya menguntungkan elit. Dan melemahkan keadilan sosial, legitimasi politik, dan keamanan manusia. Reformasi atau penghapusan hukum ini diperlukan. Pensiun berbasis kontribusi, penghargaan satu kali, dan transparansi dapat menyeimbangkan penghargaan dengan kebutuhan pembangunan dan keamanan nasional.
Referensi
Acemoglu, D., & Robinson, J. (2012). Why Nations Fail. Crown.
Buzan, B. (1991). People, States, and Fear. Harvester Wheatsheaf.
Easton, D. (1965). A Systems Analysis of Political Life. Wiley.
Parlamento Nacional de Timor-Leste. (2005). Lei Pensaun Vitalísia. Dili.
Rawls, J. (1971). A Theory of Justice. Harvard University Press.
Sen, A. (1999). Development as Freedom. Oxford University Press.
UNDP. (2023). Human Development Report: Timor-Leste.
World Bank. (2024). Timor-Leste Economic Update.
Kementerian Keuangan Timor-Leste. (2023–2025). Laporan Anggaran Negara.(Jangan follow https://web.facebook.com/Media1Timor/ Subscribe Youtube Media ONE Timor/Tiktok mediaonetimor75)
Discussion about this post