(Di tulis oleh Santana Martins,M.SP-[email protected]/WA 77866666)
(www.mediaonetimor.co) Pendahuluan
Reformasi dalam sistem administrasi kesehatan di Timor-Leste mengalami perubahan signifikan dengan diberlakukannya Dekret Hukum No. 86/2022, yang merevisi Dekret Hukum No. 13/2012 terkait karier tenaga kesehatan. Perubahan ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas tenaga medis, menegakkan standar profesionalisme, serta mengatasi tantangan dalam pengelolaan sumber daya manusia di sektor kesehatan.
Namun, implementasi regulasi ini menimbulkan berbagai konsekuensi bagi pegawai kesehatan maupun efektivitas layanan publik. Salah satu isu utama adalah kebijakan yang memaksa semua profesi kesehatan di Kementerian Kesehatan pusat dan municipio untuk kembali ke layanan klinis, tanpa mempertimbangkan tenaga kesehatan dengan tingkat pendidikan lebih tinggi yang seharusnya dapat mengembangkan praktik spesialisasi mereka. Selain itu, regulasi ini menimbulkan polemik terkait larangan praktik dokter, yang memicu aksi protes dari berbagai profesi kesehatan. Hingga kini, tidak ada kejelasan dari pemerintah mengenai arah kebijakan ini, sehingga muncul pertanyaan: Apakah ada komitmen politik yang jelas untuk implementasi undang-undang ini?
Ketidaksiapan Regulasi dan Ketiadaan Dokumen Legal
Saat ini, pemerintah tidak memiliki konsep yang jelas dalam menyediakan dokumen penting bagi negara. Para profesional kesehatan berjalan tanpa arah yang jelas, sementara masyarakat mengeluhkan kualitas layanan kesehatan yang buruk. Hal paling krusial yang seharusnya menjadi perhatian utama pemerintah dan parlemen nasional adalah Kode Etik, Standar Kompetensi, dan Standar Praktik bagi tenaga kesehatan.
Penulis tidak memahami mengapa setelah 23 tahun restorasi kemerdekaan, negara masih belum memiliki dokumen legal yang mengatur Kode Etik, Standar Kompetensi, dan Standar Praktik bagi setiap profesi kesehatan. Apakah kita sengaja mengabaikan persoalan ini, membiarkan pelayanan dasar kesehatan menjadi polemik, atau hanya menunggu hingga ada korban? Undang-Undang Sistem Kesehatan Nasional sebenarnya telah mengatur aspek ini, namun standar ini masih bergantung pada Dewan Nasional Kesehatan, termasuk regulasi tentang praktik profesional tenaga kesehatan.
Meritokrasi atau Hambatan Baru?
1. Peningkatan Standar Kualifikasi dan Pelatihan
- Tenaga kesehatan wajib menjalani magang (internship) dan ujian kompetensi sebelum diangkat sebagai pegawai tetap.
- Profesional yang tidak bertugas dalam pelayanan langsung selama lebih dari dua tahun akan diintegrasikan ke dalam jalur karier teknis umum.
- Dibutuhkan sertifikasi keahlian di setiap jenjang karier untuk memperkuat aspek meritokrasi.
2. Pengelolaan Karier dan Promosi Berbasis Kompetensi
- Sistem promosi kini berbasis evaluasi kinerja dan pengalaman kerja.
- Tenaga kesehatan yang tidak memenuhi syarat akan dialihkan ke jalur karier administrasi atau menjalani pelatihan ulang.
- Masa transisi 90 hari bagi pegawai yang terkena dampak perubahan ini untuk memilih jalur karier mereka.
3. Dampak terhadap Sistem Pelayanan Kesehatan
- Reformasi ini diharapkan meningkatkan efisiensi dan kualitas layanan kesehatan.
- Dalam jangka pendek, ada potensi kelangkaan tenaga medis, akibat proses transisi yang ketat.
- Beberapa tenaga kesehatan yang sebelumnya berada di posisi administratif mengalami ketidakpastian status, menimbulkan kekhawatiran terkait stabilitas pekerjaan.
Tantangan dalam Implementasi
1. Aspek Kelembagaan
- Kementerian Kesehatan Timor-Leste (Kemenkes TL) memiliki peran utama dalam menerapkan perubahan ini, namun terdapat tantangan dalam kesiapan infrastruktur pelatihan dan sertifikasi.
- Sistem evaluasi berbasis merit memerlukan mekanisme transparan, agar tidak terjadi bias politik dan nepotisme dalam seleksi tenaga medis.
2. Respon Tenaga Kesehatan
- Banyak tenaga kesehatan di posisi administratif mengeluhkan minimnya sosialisasi dan kejelasan prosedur transisi.
- Persyaratan magang (internship) dan sertifikasi menambah beban bagi tenaga medis baru, yang memerlukan dukungan finansial dan logistik dari pemerintah.
- Aksi protes dari berbagai profesi kesehatan menunjukkan bahwa kebijakan ini tidak memiliki landasan yang matang dan berisiko menurunkan moral tenaga kesehatan.
3. Implikasi bagi Layanan Kesehatan
- Efektivitas jangka panjang: Jika implementasi berjalan baik, sistem kesehatan akan memiliki tenaga kerja yang lebih terampil dan efisien.
- Dampak jangka pendek: Potensi kekosongan tenaga kesehatan di beberapa wilayah akibat transisi mendadak.
- Kesenjangan kompetensi: Profesional senior yang tidak ingin kembali ke layanan medis bisa memilih keluar dari sistem, mengurangi jumlah tenaga ahli di sektor kesehatan.
Harapan dan Rekomendasi
1. Meningkatkan Sosialisasi dan Transparansi
- Kemenkes TL harus menyediakan panduan teknis dan pelatihan bagi tenaga medis yang terdampak regulasi.
- Memastikan komunikasi terbuka dalam proses transisi, sehingga tenaga kesehatan memiliki kepastian karier.
2. Penguatan Kapasitas Pelatihan dan Sertifikasi
- Membangun pusat pelatihan regional, agar tenaga kesehatan bisa mendapatkan sertifikasi tanpa harus berpindah ke ibu kota.
- Menyediakan bantuan finansial atau subsidi bagi tenaga medis yang perlu menjalani pelatihan ulang.
3. Evaluasi Berkala terhadap Implementasi Undang-Undang
- Pemerintah harus melakukan monitoring dan evaluasi setiap enam bulan, guna mengukur efektivitas regulasi ini.
- Menyesuaikan kebijakan berdasarkan hasil evaluasi, terutama dalam aspek rekrutmen dan transisi tenaga kesehatan.
Kesimpulan
Implementasi Dekret Hukum No. 86/2022 membawa perubahan besar dalam sistem administrasi kesehatan di Timor-Leste. Meskipun bertujuan meningkatkan kualitas tenaga medis dan profesionalisme dalam pelayanan kesehatan, transisi yang belum sepenuhnya matang dapat menimbulkan hambatan dalam jangka pendek. Kebijakan memaksa semua tenaga kesehatan kembali ke layanan klinis, tanpa mempertimbangkan tingkat pendidikan dan spesialisasi, telah menimbulkan keresahan dan aksi protes dari berbagai profesi kesehatan. Ketidakjelasan arah implementasi kebijakan ini semakin memperburuk situasi.
Oleh karena itu, pemerintah harus memastikan reformasi ini berjalan dengan keterbukaan, dukungan pelatihan yang memadai, serta mekanisme evaluasi berkelanjutan, agar tujuan peningkatan layanan kesehatan dapat tercapai secara efektif. Selain itu, komitmen politik yang jelas sangat diperlukan, untuk menghindari ketidakpastian kebijakan yang berdampak pada tenaga kesehatan dan masyarakat luas. (Asesu Youtube/Facebook https://www.facebook.com/Media1Timor Media ONE Timor)
Discussion about this post